Jayapura,berdasarkan kesepakatan bersama “Koalisi Rakyat Papua Bersatu Untuk Keadilan – KRPBK) pada tanggal 29 Januari 2011 di Asrama Nayak, bahwa dengan berakhirnya masa jabatan MRP jilid pertama pada tanggal 31 Januari ini perlu ada dialog publik antara pimpinan elemen gerakan dengan anggota MRP. Sesuai kesepakatan itu, para wartawan/i dan pimpinan elemen gerakan mendatangi kantor MRP sejak pagi tadi. Sekitar pukul 11.00, para pimpinan gerakan dan wartawan/i menemui pimpinan MRP di ruang kerjanya untuk menanyakan apakah dialog publiknya jadi atau tidak? Pada hari ini, kami tidak mau menemui kalian, karena semua banyak anggota MRP yang tidak ada di tempat – mereka
semua sudah kembali ke dapil masin-masing untuk mensukseskan proses perekrutan dan pemilihan anggota MRP jilid dua. Karena itu, sebaiknya kalian bubar saja, tandas Agus A Alua, ketua MRP jilid pertama.Para pimpinan gerekan keluar ruang kerja ketua MRP dengan marah-marah dan memanggil para wartawan/i merapat ke depan pintu kantor MRP untuk jumpa pers. Dalam jumpa pers, Ketua Umum Front PEPERA PB, Selpius Bobi mengatakan bahwa “sejak Negara Indonesia menawarkan paket politik “UU OTSUS Papua” pada tahun 1999 dan 2000, rakyat Papua telah menolak dengan diikuti pelbagai gelombang demontrasi di mana-mana di seluruh Papua, luar Papua dan manca Negara. Dasar penolakan UU OTSUS termasuk anaknya MRP ini bahwa pemerintah Indonesia bukan punya niat baik untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Papua, melainkan penawaran ini hanya untuk meredam aspirasi masyarakat Papua lepas dari Negara Republik Indonesia dan membentuk Negara baru, yakni Negara Papua Barat”. Jadi, OTSUS adalah gula-gula politik Jakarta bagi Papua untuk meredam aspirasi Papua merdeka, yang tujuan akhirnya adalah menghancurkan tanah dan memusnahkan orang asli Papua, kata Bobi.
Bangsa Papua telah mengetahui niat pusuk Indonesia bagi Papua itu, maka kami mewakili rakyat Papua dengan tegas mengatakan bahwa OTSUS Papua sudah gagal total dan sudah kembalikan ke Jakarta. Induknya sudah kembalikan berarti anaknya, yakni; “MRP” pun sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tidak perlu lagi ada perekrutan dan pemilihan anggota MRP jilid dua lagi di Papua. Bobi juga mempertanyakan mengapa para anggotaMRP kembali ke dapil masing-masing untuk mengurus proses perekrutas dan pemilihan anggota MRP di daerah-daerah sana? Mereka sudah tahu bahwa pada tanggal 09 s/d 10 Juni telah melahirkan 11 poin rekomendasi bersama masyarakat asli Papua untuk diperhatikan oleh pemerintah, namun sampai saat ini tidak ada tanggapan apa-apa dari pemerintah. Mereka sudah tidak dihargai lagi oleh pemerintah, lebih ironisnya lagi, mereka dianggap boneka yang bisa dipermainkan. Karena itu, bersama masyarakat untuk membubarkan MRP itu dari Papua, imbunya lagi.
Usama Usman Yogobi, kordinator KRPBK menambahkan bahwa “kalaupun OTSUS” sudah berumur 10 tahun di Papua, namun UU OTSUS tidak membawa dampak positif bagi orang asli Papua. MRP pun demikian, belum melahirkan kebijakan menyangkut keberpihakan dan perlindungan terhadap orang asli Papua. MRP ada untuk mengamankan kepentingan politik dan ekonomi Indonesia semata, bukan memperhatikan segala keperhatinan masyarakat asli Papua. “MRP ini boneka dari Pusat untuk kepentingan politik semata. Oleh karena itu, kami dengan tegas mengatakan bahwa dengan berakhirnya masa jabatan anggota MRP jilid pertama pada hari ini, maka harus pula bubarkan MRP pada hari ini juga. Jangan lagi memaksa dan meniksa masyarakat Papua, kami minta segera bubarkan MRP dari tanah Papua”, tandasnya.
Dalam jumpa pers, ada empat pernyataan sikap politik yang dibacakan, yakni; 1). Segera bubarkan pemerintahan OTSUS Papua, termasuk MRP bubar pada hari ini juga. 2). Legislatif dan Eksekutif di Tanah Papua segera mengantar pulang OTSUS Papua ke Jakarta. 3). UU OTSUS telah gagal total, penentuan nasib sendiri (Referendum atau pengakuan kedaulatan) adalah solusi final bagi penyelesaian sengketa bagi Papua Barat. 4). Bangsa Papua mengajak Negara Indonesia untuk berdialog yang difasilitasi oleh pihak ketiga (PBB/Negara) yang netral untuk membahas tuntas segala permasalahan di tanah Papua guna mencari solusi alternatif bagi penyelesaian sengketa atas Papua. Empat poin pernyataan ini ditanda tangani oleh 14 orang pimpinan komponen gerakan bangsa Papua.
Pernyataan sikap yang pertama itu sangat didukung oleh salah satu anggota MRP, Bpk. Yoseph Simuna Beni, Sekertaris Pokja Adat, bahwa MRP sebaiknya bubarkan saja. Alasannya, MRP ada hanya pelengkap saja, bukan satu lembaga yang punya power untuk memperhatikan dan menyuarakan segala keperluan masyarakat asli Papua. Apa saja yang dibuat oleh MRP selalu saja dicurugai dan juga tidak pernah dihargai oleh pemerintah baik pemerintah Provinsi maupun pemerintah Pusat. Contohnya, pada tanggal 09 s/d 10 Juni, MRP bersama masyarakat asli Papua melahirkan 11 poin rekomendasi untuk pemerintah perhatikan, namun sampai sekarang ini tidak ada jawaban/tangapan dari pemerintah. Oleh karena itu, sebaiknya MRP harus dibubarkan saja dari Papua, tandas Beni. Sudah lima tahun berjalan, tidak ada tidak ada tanggapan positif dari pemerintah atas apa saja yang dibuat oleh MRP. Kami para anggota juga selama ini hidup dari honor yang kami dapat, tidak ada operasional apa-apa, kecuali pimpinan MRP saja yang ada operasional, tambah Beni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar