(JAKARTA, Jumat 13 Mei 2011) - Koalisi Mahasiswa Papua Anti Militerisme (KMP-AM) minta kepada Kapolri untuk segera mencopot jabatan Kapolda Papua, Kapolres Nabire dan Kapolsek Moanenami terkait insiden penembakan tiga warga sipil yang terjadi di Distrik Moanemani, Kabupaten Dogiya, Papua.
Hal ini ditegaskan Frans Tomoki dari Koalisi Mahasiswa Papua Anti Militerisme dalam jumpa pers yang berlangsung di Kantor KontraS, Jln. Borobudur No. 14,, Jumat (13/05) hari ini.
Menurut Frans, sudah hampir satu bulan peristiwa penembakan berlangsung, namun penuntasannya tak kunjung jelas. Ia juga mengkritisi tindakan brutal yang dilakukan oknum polisi dalam menembak warga sipil tanpa peringatan terlebih dahulu.
“Seharusnya ada peringatan sebelum menembak, namun aparat kepolisian langsung menembak tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Ini termasuk kategori pelanggaran HAM berat.”
Sementara itu, menurut Agus Okama Kosay, pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua sudah berlangsung sejak wilayah ini dipaksa jadi bagian Negara Indonesia. “Sejak tahun 1961 hingga saat ini pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan semakin meningkat tensinya.”
Seharusnya di era Reformasi, sekaligus era UU Otonomi Khusus ini, pelanggaran HAM harus semakin berkurang, tapi kenyataan tidak demikian. Malahan, dibandingkan dengan era orde lama maupun era orde baru, di era Otsus ini semakin parah.
“Kenapa rakyat Papua nilai Otsus gagal total, yah, karena pelanggaran HAM terus terjadi, dan tak pernah dicari bentuk penyelesaiaannya oleh pemerintah pusat,” terang Agus.
Koalisi Mahasiswa Papua AntI Militerisme juga meminta kepada masyarakat internasional untuk mendesak pemerintah Indonesia agar bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM berat yang sering terjadi di Papua, termasuk meminta pertanggung jawaban pemerintah terhadap insiden penembakan di Kabupaten Dogiyai, Papua.
“Masyarakat internasional harus mendesak pemerintah Indonesia agar serius dalam menuntaskan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Papua,” tambah Agus.
Insiden penembekan oleh oknum polisi terhadap tiga warga sipil terjadi tanggal 13 April 2011, sekitar pukul 13.30. Ia bermula saat aparat kepolisian menggerebek lokasi penjualan judi togel di Komplek pasar Moanemani. Mereka menyita sejumlah uang milik penjual togek tersebut, yang diketahui adalah seorang agen, dan bandarnya adalah anggota kepolisian.
Tidak terima, beberapa warga ikuti mobil polisi menuju kantor Polsek. Karena terus dibuntuti, polisi marah dan menembak 3 warga sipil dan melukai 2 orang, ia berlangsung tepat di depan Kantor Polsek Moanemani. Mereka yang ditembak dan meninggal adalah, Dominikus Auwe (24), Otniel Yobe (26), Agus Pigay (24), sedangkan dua rekan mereka mengalami luka kritis.
Akibatnya, warga setempat marah dan membakar Kapolsek Moanemani, beserta beberapa kios milik warga pendatang, termasuk kios milik bandar togel atas nama Briptu I Made Sudarsa dan Briptu Eka. Polda Papua sempat mengirim dua pleton brimob untuk mengamankan situasi di Dogiya, sekaligus menyelidiki keterlibatan oknum polisi, sampai saat ini belum ada kejelasan penuntasannya. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar