l
Tim Densus 88 melakukan penyisiran mencari gerombolan bersenjata di Perbukitan Tanah Hitam, Abepura, Kota Jayapura, Papua (3/12). ANTARA/Oka Barta
TEMPO Interaktif, Jayapura - Penganiayaan yang diterima dua warga Papua, di antaranya Telenggen Gire, oleh tiga anggota Batalyon 753 AVT/Nabire, Kodam XVII/Cenderawasih di Puncak Jaya, Papua, karena korban menggunakan kalung berwarna biru.
Dalam pengakuan saksi, sekaligus terdakwa, Prajurit Satu Yakson Agu, kalung tersebut merupakan simbol atau penanda seseorang merupakan anggota Organisasi Papua Merdeka. “Korban (Telenggen Gire) juga memiliki dua KTP, dia juga punya kalung biru yang biasa dipakai anggota OPM,” kata Agu dalam kesaksiannya di sidang Mahkamah Militer III-9 Jayapura, Senin (17/1).
Agu mengaku, korban disundut bibirnya dengan api rokok. Korban juga diikat kedua tangan dan kaki, kemudian disundut kemaluannya menggunakan kayu
yang masih mengepulkan asap. “Perbuatan itu salah menurut ajaran agama Kristen Protestan,” ujarnya menyesal.
Penyiksaan tersebut terjadi pada tanggal 27 Mei 2010. Saat itu, Telenggen Gire melewati pos penjagaan di Gurage, Puncak Jaya, menggunakan ojek. Saat melapor di Pos Gurage, Gire dan Tunaliwor Kiwo, korban lainnya, tak memiliki identitas yang jelas. Keduanya kemudian dimasukkan ke dalam pos dan disiksa. “Ada informan yang melapor kalau keduanya memiliki peluru dan senjata api, mereka juga mengaku dari OPM jadi disiksa,” ujar Pratu Agu.
Sidang yang dipimpin Letnan Kolonel CHK Adil Karokaro itu menghadirkan empat orang saksi, yakni Prajurit Satu Yakson Agu, Prajurit Satu Thamrin Mahangiri, Letnan Satu Sudarmin (Danpos Gurage) dan Kapten Seprianizar. Sementara saksi lainnya yang tidak hadir adalah Prajurit Dua Suwarno.
Mayor Soemantri, Oditor persidangan, mengatakan menyesal dengan perbuatan ketiga terdakwa menyiksa warga. “Kalian itu bodoh, perintah atasan adalah melindungi warga baik-baik, bukan malah menyiksa, bulu badan saya berdiri melihat video penyiksaan itu,” ujarnya.
Hingga laporan ini ditulis, sidang masih berlangsung di Mahkamah Militer III-9 Jayapura. Sidang yang dijaga ketat itu diikuti berbagai kalangan, termasuk utusan khusus Imparsial dari Jakarta.
Dalam pengakuan saksi, sekaligus terdakwa, Prajurit Satu Yakson Agu, kalung tersebut merupakan simbol atau penanda seseorang merupakan anggota Organisasi Papua Merdeka. “Korban (Telenggen Gire) juga memiliki dua KTP, dia juga punya kalung biru yang biasa dipakai anggota OPM,” kata Agu dalam kesaksiannya di sidang Mahkamah Militer III-9 Jayapura, Senin (17/1).
Agu mengaku, korban disundut bibirnya dengan api rokok. Korban juga diikat kedua tangan dan kaki, kemudian disundut kemaluannya menggunakan kayu
yang masih mengepulkan asap. “Perbuatan itu salah menurut ajaran agama Kristen Protestan,” ujarnya menyesal.
Penyiksaan tersebut terjadi pada tanggal 27 Mei 2010. Saat itu, Telenggen Gire melewati pos penjagaan di Gurage, Puncak Jaya, menggunakan ojek. Saat melapor di Pos Gurage, Gire dan Tunaliwor Kiwo, korban lainnya, tak memiliki identitas yang jelas. Keduanya kemudian dimasukkan ke dalam pos dan disiksa. “Ada informan yang melapor kalau keduanya memiliki peluru dan senjata api, mereka juga mengaku dari OPM jadi disiksa,” ujar Pratu Agu.
Sidang yang dipimpin Letnan Kolonel CHK Adil Karokaro itu menghadirkan empat orang saksi, yakni Prajurit Satu Yakson Agu, Prajurit Satu Thamrin Mahangiri, Letnan Satu Sudarmin (Danpos Gurage) dan Kapten Seprianizar. Sementara saksi lainnya yang tidak hadir adalah Prajurit Dua Suwarno.
Mayor Soemantri, Oditor persidangan, mengatakan menyesal dengan perbuatan ketiga terdakwa menyiksa warga. “Kalian itu bodoh, perintah atasan adalah melindungi warga baik-baik, bukan malah menyiksa, bulu badan saya berdiri melihat video penyiksaan itu,” ujarnya.
Hingga laporan ini ditulis, sidang masih berlangsung di Mahkamah Militer III-9 Jayapura. Sidang yang dijaga ketat itu diikuti berbagai kalangan, termasuk utusan khusus Imparsial dari Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar