Analisa Pengamat Tentang Papua di Tahun 2011
JAYAPURA—-Hearing atau dengar pendapat yang melibatkan tokoh- tokoh Papua, baik yang Pro Merdeka maupun Pro NKRI di Kongres Amerika Serikat di Washington DC, 22 September 2010 lalu adalah suatu peristiwa yang melibatkan perlemen negara lain dan di luar rel hukum Indonesia.
Karena itu, orang Papua perlu membahas masa depannya sebagai salah satu rumpun atau suku di Republik Indonesia yang perlu mengangkat harga diri, jatidiri serta mengangkat seluruh aspek kehidupan bersama pemerintah Indonesia.Padahal, proses proses ini sebenarnya harus terjadi di Indonesia. Pasalnya, rakyat Papua mempunyai hak untuk mengangkat keberatan keberatan dan tuntutan tuntutan tentang keterbelakangannya yang dialami di Papua, perlemen Indonesia atau DPR RI adalah tempat yang paling layak bagi orang Papua untuk mengangkat isu isu yang menyangkut kepentingan hidup dan masa depan orang Papua bukan di Kongres Amerika Serikat atau perlemen Belanda, perlemen Inggeris, Australia atau perlemen Papua Nugini sekalipun sebagai negara tetangga.
Hal ini diungkapkan Chairman Independent Group Supporting Special Autonomous Region of Papua within Republik of Indonesia (IGSSARPRI Fondation) Franzalbert Joku ketika dikonfirmasi Bintang Papua di Jayapura, Senin (3/1) kemarin. Ia adalah salah satu tokoh Papua yang diundang dalam hearing di Kongres Amerika Serikat. Karena itu, orang Papua perlu membahas masa depannya sebagai salah satu rumpun atau suku di Republik Indonesia yang perlu mengangkat harga diri, jatidiri serta mengangkat seluruh aspek kehidupan bersama pemerintah Indonesia.Padahal, proses proses ini sebenarnya harus terjadi di Indonesia. Pasalnya, rakyat Papua mempunyai hak untuk mengangkat keberatan keberatan dan tuntutan tuntutan tentang keterbelakangannya yang dialami di Papua, perlemen Indonesia atau DPR RI adalah tempat yang paling layak bagi orang Papua untuk mengangkat isu isu yang menyangkut kepentingan hidup dan masa depan orang Papua bukan di Kongres Amerika Serikat atau perlemen Belanda, perlemen Inggeris, Australia atau perlemen Papua Nugini sekalipun sebagai negara tetangga.
Melihat situasi pasca hearing di Kongres Amerika Serikat, katanya, pihaknya ingin mengatakan orang Papua perlu menyadari situasi yang dihadapinya dan perlu membenahi diri serta bertekad untuk berbuat yang terbaik dalam rangka membangun diri, membangun wilayah dan juga mengantar Papua ke depan di tahun 2011 ini.
Dia menjelaskan, hearing di Kongres Amerika Serikat adalah suatu peristiwa penting dalam sejarah politik orang Papua. Dilihat dari sisi manapun suatu peristiwa ini cukup menarik bagi masyakat Papua dan pemerintah Indonesia.
Intinya, Kongres Amerika Serikat membahas nyangkut isu isu tentang adanya pelanggaran HAM yang melibatkan TNI di Papua.
Masa depan Papua, lanjutnya, tak saja dilihat dari satu sisi pelanggaran HAM, tapi semua aspek perlu dilihat dan kami perlu mengambil keputusan pilihan pilihan atau opsi opsi terbaik untuk kami masyarakat Papua secara bersama bergandengan tangan dan menempuh jalan jalan yang layak untuk menemukan jatidiri kami, menemukan nilai nilai kemanusiaan atau nilai nilai yang diharapkan oleh seluruh lapisan masyarakat Papua yaitu kondisi yang aman, nyaman, adil, tenteram dan sebagainya juga bebas dari rasa tertindas sebagai masyarakat yang mempunyai hak untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya tentang isi hati dan keluhannya.
“Secara lokal kami bicara di DPRP dan MRP juga aspek kultural dan hak hak dasar dan sebagainya tapi sebagai suatu bangsa dan negara masalah Papua dibicarakan di wilayah Indonesia. Tak bisa dimana mana. Orang Papua cukup berpengalaman dengan masalah ini,” katanya.
Menutur dia, setelah ia menelusuri seluruh isu Papua termasuk perjuangan Papua merdeka ia berkesimpulan bahwa masa depan orang Papua ada di Indonesia sehingga ia katakan tempat yang layak bagi orang Papua untuk berbicara tentang masa depannya adalah di DPR RI.
Tapi disamping itupula, tambahnya, ia berterimakasih ada negara negara yang menaruh perhatian tentang isu isu seperti pelanggaran HAM bukan saja di Papua tapi Maluku, di Aceh, Poso, Timor Timur.
“Itu kewajiban penduduk bumi untuk menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi dibelahan bumi lainnya yang tak sesuai dengan HAM itu suatu hal yang wajar,” tukasnya.
Dia mengatakan, hearing di Kongres Amerika Serikat dalam konteks itu benar, tapi dilihat dari kedaulatan Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara sebenarnya itu suatu gangguan dan tak layak dibicarakan.
Dia menjelaskan, hearing di Kongres Amerika Serikat adalah suatu peristiwa penting dalam sejarah politik orang Papua. Dilihat dari sisi manapun suatu peristiwa ini cukup menarik bagi masyakat Papua dan pemerintah Indonesia.
Intinya, Kongres Amerika Serikat membahas nyangkut isu isu tentang adanya pelanggaran HAM yang melibatkan TNI di Papua.
Masa depan Papua, lanjutnya, tak saja dilihat dari satu sisi pelanggaran HAM, tapi semua aspek perlu dilihat dan kami perlu mengambil keputusan pilihan pilihan atau opsi opsi terbaik untuk kami masyarakat Papua secara bersama bergandengan tangan dan menempuh jalan jalan yang layak untuk menemukan jatidiri kami, menemukan nilai nilai kemanusiaan atau nilai nilai yang diharapkan oleh seluruh lapisan masyarakat Papua yaitu kondisi yang aman, nyaman, adil, tenteram dan sebagainya juga bebas dari rasa tertindas sebagai masyarakat yang mempunyai hak untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya tentang isi hati dan keluhannya.
“Secara lokal kami bicara di DPRP dan MRP juga aspek kultural dan hak hak dasar dan sebagainya tapi sebagai suatu bangsa dan negara masalah Papua dibicarakan di wilayah Indonesia. Tak bisa dimana mana. Orang Papua cukup berpengalaman dengan masalah ini,” katanya.
Menutur dia, setelah ia menelusuri seluruh isu Papua termasuk perjuangan Papua merdeka ia berkesimpulan bahwa masa depan orang Papua ada di Indonesia sehingga ia katakan tempat yang layak bagi orang Papua untuk berbicara tentang masa depannya adalah di DPR RI.
Tapi disamping itupula, tambahnya, ia berterimakasih ada negara negara yang menaruh perhatian tentang isu isu seperti pelanggaran HAM bukan saja di Papua tapi Maluku, di Aceh, Poso, Timor Timur.
“Itu kewajiban penduduk bumi untuk menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi dibelahan bumi lainnya yang tak sesuai dengan HAM itu suatu hal yang wajar,” tukasnya.
Dia mengatakan, hearing di Kongres Amerika Serikat dalam konteks itu benar, tapi dilihat dari kedaulatan Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara sebenarnya itu suatu gangguan dan tak layak dibicarakan.
“Kami minta supaya terlebih orang Papua isu kami harus mendapat perhatian dari pimpinan dan anggota DPR RI dan harus juga mendapat perhatian serius dari pemerintah RI dan dalam hal ini saya berterimakasih karena Kabinet II yang dipimpin oleh Presiden SBY sudah membuktikan pemerintah serius dengan masalah Papua seperti dana pembangunan yang dikucurkan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat cukup besar dan itu memberikan tanggungjawab yang besar bagi pemimpin pemimpin kami di Papua Gubernur dan Bupati untuk memanfaatkannya untuk mencapai nilai nilai kesejahteraan agar masyarakat jangan terus berteriak lantaran tak disentuh pembangunan dan sebagainya serta mempersalahkan pemerintah pusat atau mempersalahkan pemerintah daerah karena para pimpinan itu tak bijaksana.
“Apalagi para pemimpin sudah mulai masukan tangannya ke laci lagi dan ambil uang untuk sendiri yang namanya korupsi itu, lanjutnya. Hal hal itu yang perlu dihindari demi menjalankan pemerintahan yang bersih yang berorientasi kepada pembangunan untuk masyarakat. (mdc/don/03)
“Apalagi para pemimpin sudah mulai masukan tangannya ke laci lagi dan ambil uang untuk sendiri yang namanya korupsi itu, lanjutnya. Hal hal itu yang perlu dihindari demi menjalankan pemerintahan yang bersih yang berorientasi kepada pembangunan untuk masyarakat. (mdc/don/03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar