Namun, kata dia, berbeda jika dilihat dengan kacamata militer. Ia berpegang pada hasil pengadilan militer yang memvonis prajurit bersalah tak melakukan perintah dinasnya
. "Saya ikut hasil pengadilan militer," katanya.
. "Saya ikut hasil pengadilan militer," katanya.
Agus menyatakan institusinya telah berupaya mencegah kejadian serupa terulang. Yakni, dengan memasukkan kurikulum hak asasi manusia ke dalam materi pendidikan prajurit. "Dalam lingkup situasi tertetntu, bisa membawa emosi manusia menjadi berubah. Di sana nggak seperti di Jakarta, soalnya. Masalahnya sangat kompleks. Masih kita sering dengar letusan senjata," tuturnya.
Ia memandang hukuman bagi pelaku kekerasan tak perlu diperberat. Pasalnya, sudah ada aturan yang baku dan terukur tentang hukuman untuk prajurit.
Peradilan bagi sejumlah tentara tersebut adalah buntut dari video yang diunggah ke situs web Youtube pada Oktober lalu. Video berdurasi 4 menit 47 detik itu merekam penganiayaan yang dilakukan anggota TNI terhadap warga Papua yang dianggap terlibat Organisasi Papua Merdeka.
Tak sampai sebulan setelahnya, empat anggota TNI Yonif 753 AVT/Nabire yang terbukti terlibat divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer III-9 Jayapura. Mereka harus menjalani lima hingga tujuh bulan penjara.
Hukuman yang singkat itu kontan menuai protes lembaga swadaya masyarakat bidang HAM karena dianggap terlalu ringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar